Catatan Perjalanan Misi ke Manado (1)

0

Jarum jam menunjukkan pukul 04.35 WIB ketika kami (saya, Parman, Linda, dan Inge) tiba di terminal keberangkatan 1 B Bandara Soekarno-Hatta. Setelah membereskan tas dan kopor masing-masing lalu bergerak menuju pintu masuk 1 B untuk berkumpul dengan teman-teman lain. Di situ sudah berdiri Jacky.

Tak lama kemudian dr. Lukas dan dr. Irene bergabung dan memberitahu yang lain sudah masuk ke ruang cek in. Vensi juga menelpon Inge memberitahu sudah tiba di Bandara. Maka lengkaplah kloter 1 : dr. Lukas, dr. Irene, dr. Swa, dr. Linda, Parman, Inge, Sian, Tina, Tuni, Bertha, Vensi, Jakcky, Michael, dan saya.

Yaya yang seharusnya ikut dalam kloter 1 batal berangkat karena mendadak sakit. Cek in memakan waktu cukup lama karena barang-barang bawaan juga banyak, obat-obatan dan perlengkapan pribadi. Karena batas untuk bagasi 14 orang sudah terpenuhi, beberapa kopor dan travel bag terpaksa ditenteng. Tiba di ruang tunggu masih sempat menikmati penganan kecil untuk mengganjal perut yang belum sempat diisi karena dinihari sudah berangkat dari rumah tanpa sarapan.

Seperti biasa foto-foto, meski bangun dinihari bahkan tidak tidur penampilan para model ini tetap terjaga. Hanya beberapa menit menunggu kami dipersilahkan masuk pesawat. Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 268 dengan tujuan Surabaya – Manado – Ternate segera berangkat.

Karena masing-masing berutang tidur malam yang harus segera dilunasi maka penerbangan Jakarta – Surabaya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk tidur. Suara-suara percakapan nyaris tak terdengar, semua tenggelam dalam mimpi masing-masing. Satu pesawat beda mimpi….

Setelah tujuhpuluhlima menit di udara, roda-roda pesawat mendarat di Bandara Juanda Surabaya. Pramugari mengumumkan pesawat akan berhenti selama 20 menit. Waktu 20 menit dimanfaatkan rombongan untuk sarapan di Blue Sky Executive Lounge, Bandara Juanda. Bubur Ayam, Mie Goreng ditambah kopi dan teh cukup membuat segar.
Penerbangan Surabaya – Manado ditempuh kurang lebih dua jam. Karena tidak semua kursi pesawat terisi maka rombongan mengambil tempat duduk berdekatan di bagian belakang. Dua jam perjalanan diisi dengan berbagai obrolan dengan tema bermacam-macam sambil makan kuaci, sampai pramugari mengumumkan pesawat tak lama lagi akan mendarat di Bandara Sam Ratulangi, Manado. Deretan pohon kelapa terlihat jelas meski langit Manado diselimuti awan tipis hari itu. Selamat bakudapa Manado….

Sesi Foto
Sambil menunggu barang-barang bagasi, rombongan asyik ngobrol satu sama lain. Saya nebgok kiri kanan cari obyek foto yang baik dan ahaaa ada kursi roda teronggok manis di sudut, tentu saja untuk penumpang yang membutuhkan. Dan sesi foto di ruang kedatangan bagasi diisi denga foto di kursi roda. Saya memberi contoh dengan syal + kaca mata hitam dan dr. Swa berperan sebagai perawat, jepret!, model berikut : dr. Irene, lalu Bertha hahahaha.

Di pintu masuk terminal kedatangan, kami sudah disambut salah seorang staf Rm. Terry, yang tidak saja melambaikan kertas putih bertuliskan “KBKK” tapi juga melambaikan Buku Kenangan Konas 1 KBKK, pasti tidak salah lagi kamilah yang dimaksud. Rombongan lalu dibagi dalam tiga kendaraan menuju Wisma Lorenzo, Lotta tempat akan menginap selama di Manado. Sebelum tiba di Lotta rombongan belok kanan menuju rumah keluarga Welly-Nini untuk makan siang.

Keluarga ini menyediakan makan siang istimewa dengan menu khas Minahasa dan ditutup dengan pesta buah : durian, rambutan dan duku. Saya bernyanyi dalam hati “Tuhanlah Gembalaku, makan minum tiada henti, umat yang memberi”. Setelah kenyang dan merasakan kehangatan penyambutan pasutri Welly-Nini perjalanan dilanjutkan.

Kami berhenti sebentar di Kompleks Citra Land untuk melihat Patung Yesus Memberkati yang berdiri gagah di ujung dengan tangan terentang memberkati Kota Manado dan semua yang datang. Dari sini kami berbelok ke kiri menuju Lotta, jika ke kanan kita akan sampai ke pusat kota Manado. Lotta adalah nama tempat yang secara administratif masuk Desa Pineleng 1.

Tak banyak yang tahu Pahlawan Perang Padri Tuanku Imam Bonjol oleh Pemerintah Penjajahan Belanda diasingkan di sini dan wafat serta dimakamkan di Lotta. Gerbang masuk Lotta ditandai dengan Patung Imam Bonjol di sudut jalan dan pintu gerbang bertulis “Tempat Pemakamam Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol”.

Kompleks pemakamannya beberapa ratus meter dari Wisma Lorenzo, yang menjadi Pusat kateketik Keuskupan Manado, sekaligus tempat kediaman Rm. Terry yang saat ini menjadi Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Manado.

Rm. Terry menyambut kami dengan gembira. Tanpa membuang-buang waktu, pembagian tugas segera dilakukan. Inge dan rm. Terry melihat ulang jadwal yang sudah disusun, pembagian kamar dan pengumuman : perayaan ekaristi untuk kloter 1 pukul 17.30 WITA, makan malam pkl. 19.00, berangkat ke Seminari Tinggi Pineleng pukul 19.30. Yang lain boleh beristirahat sambil menyelesaikan urusan pribadi, Seksi Logistik mengatur pembagian barang-barang buat dibawa ke Seminari dan untuk pengobatan. Demikian pengumuman…..

Perayaan Ekaristi ekaristi dirayakan pukul 17.30. Bacaan Injil tentang Yesus menyembuhkan Ibu Mertua Petrus. Saya memberi renungan, “perjumpaan pribadi dengan Yesus selalu menyembuhkan baik fisik maupun rohani. Perjumpaan juga mengubah ketidakberdayaan menjadi penuh data untuk melayani. Ibu Mertua Simon mengalami itu, semoga kita juga mengalami perjumpaan yang menyembuhkan dan memberdayakan itu”.

Setelah makan malam,kami bersiap-siap ke Seminari Tinggi Pineleng. Sudah ikut bergabung juga P. Bernad Beru dan Yuli dari Kupang yang baru tiba di Lotta. Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng adalah tempat pembinaan para calon imam diosesan untuk Keuskupan Manado dan Keuskupan Amboina. Kami disambut Rektor Seminari, Rm. Ventje Runtulalo, Pr. Para frater (calon imam) yang tinggal di sini sedang menjalani studi Filsafat dan Teologi di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Pineleng, yang letaknya hanya bersebelahan dengan Seminari Tinggi.

Pertemuan dengan para frater diisi dengan sharing dan animasi. Dr. Irene dibantu teknisi Parman menampilkan presentasi slide berdurasi sekitar 30 menit berisi sejarah perjalanan dan kegiatan KBKK selama sebelas tahun. Setelah presentasi Linda dan Parman membagikan pengalaman mereka bergabung dengan KBKK, sharing yang tentu memberi perpektif berbeda kepada para calon imam : awam katolik berbagi kisah tentang semangat dan praktek misi.
Karena dr. Irene memperkenalkan KBKK adalah Kelompok awam, imam dan religius misioner maka saya diberi kesempatn sharing pengalaman keikutsertaan dalam KBKK dari optik seorang Imam Diosesan, dengan embel-embel imam muda lagi ! Sessi tanya jawab diisi dengan pertanyaan para frater seputar sejarah terbentuknya KBKK, apa syarat untuk bergabung, siapa yang mendukung/melindungi kegiatan-kegiatan KBKK mengingat pasti butuh biaya besar dan sering menempuh risiko?.

Dr. Irene dan Rm. Terry membagi cerita pada para calon imam ini. Setelah memberi sedikit kenang-kenangan berupa buku tentang KBKK dan kaos lima warna KBKK kepada Romo Rektor dan empat frater kami pun kembali ke Lotta. Rm. Terry dan Inge pamit ke Bandara menjemput Linda yang akan tiba dari Denpasar.

Tiba di Lotta setelah evaluasi dan pengarahan singkat sebagian besar langsung berlayar menuju ‘pilau kapuk’. Kecuali Vensi dan Linda yang terkantuk-kantuk tak bisa masuk kamar karena kunci kamar di tangan Inge. Cerita-cerita lucu dr. Lukas dan saya tidak cukup kuat mengalahkan kantuk Vensi, untunglah tak lama kemudian Rm. Terry, Inge dan Linda tiba dari bandara. bersambung
Hans Jeharut Pr, Pastor Diosis Keuskupan Pangkalpinang

Share.

About Author

Romo diosisan Keuskupan Pangkal Pinang, Bangka.

Leave A Reply