Catatan Perjalanan Misi ke Manado (2)

2

Meski sebelum tidur saya dan Pater Bernad sudah sepakat akan bangun pukul 05.30 karena akan mengikuti perayaan ekaristi pkl 06.00, ternyata kami telat! Pasalnya waktu di telepon seluler saya masih “waktu indonesia barat”.

Begitulah, ketika keluar dari kamar akan ke kapel, di ujung lorong Bertha sudah teriak, “Romo ditanya tuh kenapa gak muncul di Kapel”. Ondee mandeee, mestinya di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung. Di mana tempat menginap, alarm pun disesuaikan.

Setelah sarapan pagi, Rm. Terry mengumumkan jadwal hari ini : pertama-tama akan ke Seminari Agustinianum, lalu makan siang di salah satu restoran di tepi Danau Tondano, kunjungan ke Panti Asuhan, kembali dari sana bisa menikmati kopi + duren. Catatan jam 18 sudah mesti tiba kembali di Lotta karena mobil akan dipakai.

Perjalanan ke Tomohon, tempat Seminari Agustinianum, ditempuh sekitar satu jam. Ke luar dari Lotta berbelok ke kiri, melewati Mesjid Imam Bonjol di sebelah kanan jalan – konon keturunan Imam Bonjol menjadi cikal bakal dari umat muslim di wilayah itu – lalu Biara Hati Kudus tempat para biarawan MSC di sebelah kiri dan di batas Desa Pineleng 1 dan Pineleng 2 berdiri megah Sekolah Tinggi Filsafat Katolik dan Seminari Tinggi Hati Kudus Pineleng.

Kota Bunga
Jalan berkelok-kelok khas wilayah pegunungan kami lalui. Rombongan berhenti sejenak di Tinoor, kawasan yang di sepanjang jalannya berderet restoran makanan khas Minahasa, kali ini bukan untuk makan melainkan memandang kota Menado dari puncak. Saya jadi mengerti mengapa salah satu lagu di Buku Madah Bakti (kalau tak salah No. 471), lagu bergaya Menado, berjudul “Alangkah Megah KaryaMU”.

Alangkah Megah Karya Tuhan dari atas puncak bukit ini. Kami hanya berhenti sekitar lima menit di sini lalu melanjutkan perjalanan. Memasuki Kota Tomohon hembusan udara dingin pegunungan sangat terasa. Di kanan jalan, di kejauhan, berdiri tegak Gunung Lokon yang sayang agi itu puncaknya ditutup kabut tipis.

Tomohon dijuluki Kota Bunga. Di sepanjang jalan mudah sekali ditemui kios-kios yang menjajakan bunga-bunga segar. Setiap tahun ada festival bunga diselenggarakan di sini. Bahkan tahun ini bunga dari Tomohon mendapat penghargaan dalam festifal di Pasadena, Amerika Serikat. Masih di sekitar jalan utama kota Tomohon kendaraan berbelok ke kiri memasuki kompleks SMP Katolik Gonzaga, Tomohon.

Rupanya kompleks persekolahan ini cukup luas, di belakang SMP ada SMA Caritas. Di sebelah itulah terdapat “Seminari Agustinianum”. Seminari ini mendidik calon-calon tamatan SMA, lebih dikenal juga dengan KPA (Kelas Persiapan Atas), satu tahapan sebelum para calon memutuskan akan menjadi calon imam diosesan atau melamar ke ordo/kongregasi.

Pastor Rektor Seminari tidak ada di tempat karena pada saat bersamaan mesti hadir di Universitas De La Sale mengikuti pelantikan pejabat struktural universitas. Diakon, atas nama rektor, menyampaikan selamat datang kepada kami. Selain para seminaris, ikut hadir juga para Suster Novis YMY dan Postulan Frater CMM.

Dr. Irene memperkenalkan KBKK dan kiprahnya selama ini. Para seminaris dan suster yang hadir menanggapi dengan beberapa pertanyaan. Pertanyaan seputar bagaimana ‘organisasi’ KBKK ini dijalankan? Siapa pemimpin? Bagaimana persiapan yang dilakukan untuk pelayanan-pelayanan? Apakah pernah mengalami penolakan?.

P. Bernad dan Linda (salah satu anggota KBKK) ikut berbagi pengalaman dan penghayatan. P. Bernad, sebagai seorang religius SVD, merefleksikan keterlibatan dan interaksinya dengan kaum awam dalam KBKK membantunya untuk lebih tajam menghayati dan mempraktikkan kaul-kaul religius.

“Sebab sering terjadi kita (=para religius) yang mengucapkan kaul, justru kaum awam yang mempraktekkannya”ujarnya.

Inge bercerita bagaimana KBKK mengumpulkan dana untuk pelayanan, selalu ada orang yang bermurah hati untuk mendukung dengan dana dan bantuan lainnya. Setelah tanya jawab dan sharing iman bersama, pertemuan ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan berupa CD lagu-lagu dan Kaus KBKK kepada perwakilan komunitas-komunitas yang hadir. Setelah foto bersama dan menikmati kue-kue yang disediakan rombongan bergegas menuju Danau Tondano untuk makan siang.

Rombongan sempat berhenti di rumah makan di tepi sawah yang menghampar hijau. Eh rupanya bukan itu restoran yang dimaksud. Setelah minta maaf kepada pemiliknya karena ‘salah masuk’ restoran kami pun bergerak lagi menuju Restoran “Tomou Tou”. Restorannya di atas danau, dengan kolam ikan air tawar di kiri kanan.

Sambil menunggu makanan datang, masing-masing mengambil sudut terbaik untuk diabadikan. Ada yang berbakat jadi model, terlihat dari kemampuan mengubah gaya dengan cepat. Ada yang standard : telunjuk di pipi, atau membentuk tanda “V” dengan jari telunjuk dan jari tengah hahahahaha. Apa pun gayanya, semua gembira.

Saya dan dr. Lukas menghibur rombongan dengan beberapa lagu diiringi Keyboard Yamaha yang dimainkan pemain merangkap penyanyi restoran. Di siang bolong di tepi danau kami berduet “Help Me Make It Through the Night”. Para pendengar puas, buktinya dr. Lukas dapat sekuntum bunga plastik dari dr. Irene.

Menuju panti
Kami meninggalkan restoran pukul 14.30 menuju Panti Asuhan, diiringi hujan gerimis. Tiba di Panti mendapati dua gadis cilik sedang duduk di atas meja sambil melipat pakaian. Rupanya sedang mendapat tugas untuk hari itu. Penghuni panti yang lain sedang tidur siang. Tak lama kemudian salah seorang ibu asuh masuk ke dalam bangsal panjang tempat anak-anak tidur untuk membangunkan mereka. Saatnya untuk bangun tidur. Satu per satu bocah-bocah cilik itu bangun dan melipat selimut serta merapikan ranjangnya sendiri. Ah ada yang tak sanggup melihat pemandangan ini.

Hampir satu jam kami berada bersama anak-anak PA. Penghuninya sekitar 80-an anak, dari usia 1 thn – sampai kelas 3 SMA. Asal daerahya juga bermacam-macam : Sulawesi, Ambon, Papua bakan ada seorang dari Sumatra. Linda mengisi pertemuan ini dengan cerita dan lagu. Cerita Unta yang pagi-pagi sudah tunduk di depan kaki tuan, maka anak-anak harus lebih hebat dari unta, pagi-pagi juga esti sudah berdoa.

Sebelum berpisah anak-anak PA mempersembahkan lagu dalam paduan suara ‘Joy to the World’ : sukacita bagi dunia, sukacita juga bagimu semua. Dari PA kami langsung bergerak kembali ke Lotta. Rencana untuk menikmati durian dan kopi di warung pinggir jalan dibatalkan. Jam 18.30 kami tiba di Lotta. Kloter 2 KBKK juga sudah tiba.

Lottta bertambah ramai dengan canda tawa. Sambil menikmati makan malam diumumkan bahwa kelompok 2 akan menuju Tahun Orientasi Rohani Emaus, tempat para frater calon imam diosesan Keuskupan Manado dan keuskupan Amboina menjalani pembinaan sebelum memulai kuliah filsafat di STFK.

Dr. Irene dan Parman ikut lagi dengan kelompok 2. Sementara itu kelompok 1 beristirahat di Lotta sambil menunggu mereka pulang untuk pembagian tugas, karena besok sudah akan menuju Kulu, Tarabitan dan Pulau Gangga untuk pelayanan kesehatan….bersambung

 

Hans Jeharut Pr, Pastor Diosis Keuskupan Pangkalpinang

Share.

About Author

Romo diosisan Keuskupan Pangkal Pinang, Bangka.

2 Comments

  1. frans mandagi on

    sukses untuk KBKK…Tuhan Yesus memberkati usaha-usaha dari kelompok ini….doa kami selalu beserta kelompok ini. skalipun terlambat pantaslah kami mengucapkan terimakasih atas kunjungan di seminari Agustianum Tomohon.

    fr.Dkn Frans Mandagi

Leave A Reply