Catatan Perjalanan Misi ke Manado: Buku Buku Sekrup Satu Kompleks, Toilet Apung Mobile (3)

0

JUMAT, 13 Januari. Kegiatan pagi diawali dengan misa bersama di kapel jam 06.00 WITA. Tentang ini setiap malam selalu diumumkan, “Anda sekalian boleh bangun kapan saja yang penting pukul 06.00 ada perayaan ekaristi”!

Setelah itu berpindah ke ruang makan yang letaknya berdekatan. Rm. Terry memimpin lagu “Dengar Dia Panggil Nama Saya” sekalian juga sebagai panggilan bagi semua terutama yang belum hadir di ruang makan untuk segera datang. Maka untuk sementara lagu ini identik ‘dengar dia panggil untuk makan’ hehehe. Setelah sarapan pagi masing-masing petugas logistik dari tiap kelompok menyiapkan perlengkapan yang dibawa agar tidak ada yang ketinggalan. Rm. Jimmy Tumbelaka tiba di Lotta ketika kami sedang bersiap-siap untuk pergi. Rombongan dibagi dalam 3 Kelompok : Pulau Gangga, Kulu dan Tarabitan.Rombongan yang akan ke Kulu dan Tarabitan terlebih dahulu mampir di Pastoran Kokole, sedangkan yang akan ke Pulau Gangga langsung menuju Likupang, untuk seterusnya naik kapal menuju P. Gangga.

Banyak kisah yang menarik selama pelayanan medis ini. Satu hal yang mencolok ternyata masyarakat di ketiga tempat ini rata-rata menderita hipertensi. Di Tarabitan, Grace dan Mike yang bertugas mengukur tekanan darah pasien sampai harus meminta dr. Irene memeriksa ulang pasiennya karena tekanan darahnya 280/160!. Vensi masih sempat mengirim up-date data dan keluhan pasien di Kulu melalui BBM. Kabarnya sama, ‘terbanyak mengidap hipertensi’. Dialek bahasa Indonesia yang sangat beragam bisa membingungkan juga. Ketika ada pasien mengeluh ‘buku-buku’ sakit tak urung membuat penerima pendaftaran yang bertugas mencatat keluhan pasien menjadi bingung, dokternya lebih bingung lagi. Setelah ditanya lebih lanjut baru jelas ternyata buku buku yang dimaksud adalah persendian!. Maka istilah medis yang tidak pernah diperoleh di bangku kuliah Fakultas Kedokteran pun muncul: ‘sekrup-sekrup’ sakit. Lebih parah lagi ‘sakit sekompleks’, rupanya yang dimaksud seluruh bagian terasa sakit. Begitulah lain padang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Dr. Lukas menjadi akrab dengan keluhansakit sekrup dan buku buku ini.

Selain pelayanan medis anggota rombongan yang lain mengisi kegiatan bina iman bagi anak-anak sekami. Ternyata bukan hanya anak-anak sekami yang ikut terlibat, anak-anak dari gereja-gereja Kristen lain juga ikut bergabung. Anggota KBKK yang tidak biasa mendampingi sekami pun menjadi pendamping dadakan. Mimi membuat lirik baru lagu “Happy Yeye” menjadi “Ipi Yaya”, beda-beda tipis tapi cukup membuat gembira karena mendapa lagu baru. Konon lagu Ipi Yaya ini akan menjadi lebih seru bila dinyanyikan mengikuti nada lagu “Cucak Rowo”, lebih ser serrr kata Wiwik dan Grace. Saya dan Rm. Jimmy juga melayani beberapa umat yang minta didoakan, maka lengkaplah sudah.

Setelah selesai pelayanan medis dan bina iman anak, masing-masing diantar ke rumah penginapan. Rupanya umat setempat telah mengatur setiap anggota rombongan menginap di rumah umat. Mereka menyediakan kamar terbaik bagi tamu. Keramahan yang sangat khas dan tulus. Orang memberi yang terbaik dari kekurangan. Untuk mandi pun mereka menyediakan tempat mandi terbaik yang mereka miliki, bahkan “meminjam” kamar mandi tetangga yang nota bene bukan Katolik! Sungguh komunitas tanpa sekat yang asli dan tulus. Ada dari antara anggota KBKK yang sangat bergembira boleh untuk pertamakali mengalami mandi dengan menimba di sumur. Awalnya bingung tapi akhirnya mandi juga.

Malam hari diisi dengan makan malam bersama. Masyarakat di tempat-tempat yag didatangi ini mempunyai kebiasaan yang unik. Tempat makan malam ditentukan di satu tempat, tetapi makanan (nasi dan lauk pauk) dibawa masing-masing dari rumah. Jadi kita akan mendapatkan menu yang berbeda karena dimasak oleh orang berbeda di rumah berbeda pula. Komunitas ideal Jemaat Perdana sedikit-sedikit bisa dialami di sini. Setelah makan malam acara dilanjutkan dengan pendalaman iman. Semua ikut aktif dalam sharing tujuh langkah ala AsiPa.

Metode ini membuat mereka berani bicara membagikan pengalaman hidup mereka dalam terang Kitab Suci. Saya teringat kata-kata Yesus, “Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil (Mat 11:25). Setelah sharing dan doa malam masing-masing kembali ke rumah untuk istirahat. Saya masih menyempatkan diri bincang-bincang dengan suami-istri pemilik rumah tempat saya menginap. Jarum jam sudah mendekati angka 12 ketika kami beranjak ke tempat tidur.

Sabtu pagi setelah mandi tiap-tiap kelompok merayakan ekaristi di tempat masing-masing. Setelah ekaristi rombongan dari Kulu bergabung ke Tarabitan lalu bersama menuju Serei untuk naik kapal menuju Pulau Lihaga. Serei adalah perkampngan tertua di Minahasa Utara. Di dekat dermaga ada tugu dengan patung tanpa kepala. Seorang penduduk bercerita itu adalah tugu yang dibangun pemerintah Belanda dengan patung Ratu Wihelmina. Patung itu dihancurkan tentara Jepang ketika mereka masuk ke Minahasa. Ah sepenggal sejarah kecil di utara Minahasa! Gelombang laut lumayan tenang meskipun agak bergelora.

Dr. Swa mengatakan kepada saya, “romo, apakah saya sebaiknya langsung ke Likupang saja dan menunggu di sana sampai rombongan pulang”. Saya meyakinkan dr. Swa bahwa perjalanan dengan kapal akan baik-baik saja. Rm. Dino, Pastor Paroki Kokole, juga ikut meyakinkan dr. Swa. Yang pasti kami semua selamat sampai di Pulau Lihaga tanpa mabuk laut. Tiba di Lihaga, dari kejauhan kami sudah melihat rombongan dari Pulau Gangga di bawah pimpinan Rm. Terry dan dr. Lukas sudah lebih dulu hadir. Hari itu sepanjang setengah hari kami menjadi ‘pemilik’ Pulau Lihaga. Acara mandi mandi dan bermain pasir ditutup dengan makan siang bersama. Umat dari P. Gangga sudah menyediakan makan siang, ditambah dengan kue-kue buatan lokal. Rombongan lalu kembali melalui Likupang dan pulang ke Lotta. Capek, lelah dan ngantuk tersembunyi dibalik keceriaan termasuk rasa lucu dan kaget melihat toilet sementara di kapal : terpal plastik dibentangkan dan ‘klien’ membuang hajatnya di balik terpal. Setelah selesai terpal dilipat kembali. Praktis dan cepat, hehehe.

Rekoleksi,  katedral,  Heng Min  Bukit Doa

Setelah berhenti sejenak di Likupang rombongan kembali ke Lotta dan tiba sekitar pukul 15.00. Saya, dr. Irene, Lili dan Yuli menyempatkan diri berkunjung ke makam Tuanku Imam Bonjol yang letaknya tidak jauh dari tempat kami menginap. Kompleks makamnya cukup luas dengan rumah berarsitektur Minangkabau, di seberang jalan berdiri mesjid kecil “Mesjid Imam Bonjol”. Saya berutang foto pada seorang sahabat muslim di Padang yang baru tahu juga bahwa Imam Bonjol dimakamkan di Lotta. Aha!

Tak lama kemudian semua rombongan sudah berkumpul di Lotta. Sebelum kembali ke kamar tidur masing-masing kembali diingatkan untuk berkumpul di Kapel jam 18.00 untuk rekoleksi. Meskipun masih lelah sore hari semua berkumpul kembali di Kapel. Saya mengajak untuk merenungkan ‘Panggilan Kemuridan’ dengan merenungkan pesan Injil Yohanes 1:35 -42. Panggilan kemuridan adalah proses MELIHAT – MENDENGAR – MENGIKUTI dan TINGGAL BERSAMA YESUS.

Proses melihat-mendengar-mengikuti dan tinggal bersama Yesus itulah yang diwartakan dalam hidup. Dalam sessi kedua, setelah makan malam, P. Bernad mengajak untuk merefleksikan Allah adalah Kasih (Yoh 15: 9-17). Allah telah lebih dahulu mengasihi kita, kita diundang mengalami dan hidup dalam kasih sehingga sanggup mengasihi sesama. Setelah permenungan acara dilanjutkan dengan sharing dalam kelompok. Sharing yang saling meneguhkan dan menguatkan. Indahnya saling berbagi.

Hari Minggu pagi, bertepatan dengan Pesta St. Arnoldus Jansen semua anggota KBKK merayakan ekaristi di Katedral Manado. Rm. Terry menjadi selebran utama, P. Bernad dan saya menjadi konselebran. Dalam kesempatan kotbah Rm. Terry mewawancarai dr. Irene seputar KBKK. Selanjutnya Rm. Terry mengajak umat untuk berani menjawab panggilan Tuhan seperti kedua murid Yohanes yang segera mengikuti Yesus setelah Yohanes Pembaptis memperkenalkan “Lihatlah Anak Domba Allah”. Setelah perayaan ekaristi rombongan berkunjung ke rumah uskup dan bertemu dengan Mgr. Joseph Suwatan, Uskup Manado. Selanjutnya rombongan bersiap-siap untuk makan siang di Tinoor dan jalan salib di Bukit Doa.

Tinoor kawasan di perbukitan. Di sepanjang jalan terdapat restoran yang meyediakan menu khas Minahasa. Kami makan siang di Restoran “Heng Min”, diambil dari nama suami istri pemilik restoran ini. Bermaksud memuaskan rasa ingin tahu, saya ke dapur dan meminta ijin apakah boleh memotret menu yang sudah tersaji? Setelah dibolehkan saya mengambil beberapa gambar. Konsep restorannya “all you can eat” dengan hitungan Rp. 20.000/orang. Semua menu disajikan di mangkuk kecil, seperti mangkuk bakso. Saya mencoba semua yang disajikan.

Yang lain terpaksa menahan diri, karena ‘wasit’ yang siap-siap memberi peringatan ada di setiap meja. Sebagai penutup tak lupa meminum saguer, tuak segar hasil sadapan dari pohon aren. Tentang minum saguer ini ada ungkapan :  1 botol buka suara, 2 botol tambah darah, 3 botol naik darah, 4 botol tumpah darah, 5 botol lupa saudara… Tinggal pilih yang mana hahahaha.

Setelah makan siang perjalanan dilanjutkan ke Bukit Doa. Kawasan yang sejuk dengan stasi jalan salib yang indah dan unik. Stasi-stasinya berada di jalan dengan patung-patung yang cukup besar. Patung-patung ini hasil karya seorang seniman muslim. Jika diperhatikan baik-baik semua patung bertekstur kasar, kecuali patung Yesus dan Bunda Maria bagian wajahnya sangat halus. Pembuat patungnya beralasan wajah Yesus dan Maria yang mulus menampakkan sisi keilahian, sedangkan bagian tubuh yang kasar menunjukkan sisi kemanusiaan mereka. Yang Ilahi dan yang manusiawi bertemu. Kekudusan dan kerapuhan bersua. Puncak Jalan Salib adalah Gua Makam Yesus. Tak jauh dari situ ada lahan ampitheater terbuka yang bisa dipakai buat pertunjukan. Di dekatnya dengan latar belakng Gunung Lokon berdiri gereja kecil bergaya minimalis yang atapnya mirip terowongan.

Dari Bukit Doa kami menuju Danau Linau. Danau ini terletak di Kelurahan Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon. Lokasi danau ini dulunya adalah kawah gunung berapi. Menurut cerita turun temurun dari orang-orang tua di wilayah itu, danau ini dulunya kawah. Namun setelah proses alam ribuan tahun menjadi danau. Di Kafe Kafekoffie di pinggir danau rombongan ramai-ramai menikmati pisang goreng dan kopi. Setelah menikmati keindahan danau, pisang goreng dan kopi kami kembali ke Lotta. Tiba di Lotta tak menunggu lama, langsung membersihkan badan untuk makan malam dan jam 20.00 mengikuti doa taize bersama suster-suster DSY di Kapel Biara. Ikut juga dua orang pendeta sahabat Rm. Terry dalam doa meditatif selama satu jam ini.

Pesta Perak 3 Sekawan…

Senin pagi ini rombongan dibagi dalam dua kelompok. Kelompok 1 menghadiri perayaan ekaristi Pesta Perak Imamat Pst. John Karundeng di Paniki Bawah. Kelompok 2 ke Lembean menghadiri Pesta Perak Pst. Feighty Boseke. Perayaaan Pesta Perak, saya mengikuti kelompok 2, sungguh-sungguh meriah. Yubilaris diarak ke gereja dengan barisan drum band di depan dan di akhir barisan para pemain musik tiup. Misa dihadiri oleh umat paroki dan keluarga serta undangan. Imam-imam se kevikepan ikut dalam barisan konselebrasi. Sungguh kegembiraan imamat yang luar biasa saya rasakan. Setelah misa sempat menikmati aneka kue di pastoran lalu kembali untuk makan siang karena jam 17.00 masih akan mengikuti misa pesta perak Rm. Terry di Lotta.

Misa Pesta Perak Rm. Terry berlangsung hikmat dan meriah. Liturgi tertata apik. Rm. Terry menjadi selebran utama diapit Mgr. Joseph Suwatan dan Mgr. P.C. Mandagi (Uskup Amboina). Setelah perayaan ekaristi acara dilanjutkan dengan santap malam bersama dan pagelaran seni budaya Minahasa. Semua larut dalam kemeriahan pesta. Malam ini boleh tidur lebih larut karena besok baru akan misa sore hari di Biara Suster Karmel, Kakaskasen.

Pagi-pagi masing-masing sudah sibuk dengan persiapan karena hari ini akan ke Bunaken. Perjalanan dengan kapal ke Bunaken diisi dengan keceriaan canda tawa. Begitu tiba, pemilik restoran menawarkan kalau-kalau ada yang ingin diving atau snorkling. Maka beberapa segera mencoba pakaian diving dan peralatan lain yang tersedia lalu naik kapal kembali untuk mencari spot-spot terbaik untuk diving. Sebagian rombongan yang tidak ikut diving/snorkling mengisi waktu dengan sharing pengalaman perjalanan bakti kasih kali ini. Aneka pengalaman diungkapkan.

Yang terpenting masing-masing merasa bahwa Penyelenggaraan Ilahi sungguh dirasakan dalam semua peristiwa, baik ketika pelayanan maupun ketika merasakan berbagai kemudahan karena selalu saja ada orang-orang yang berbaik hati menolong. Bahkan boleh jadi apa yang kita terima lebih besar daripada apa yang kita berikan. Setelah sharing masih sempat melihat keindahan bawah laut Bunaken dari atas kapal yang di dasarnya disediakan kaca sehingga kita bisa melihat taman bawah laut dengan leluasa.

Kembali dari Bunaken menikmati makan siang di Restoran Minahasa lalu menyempatkan diri singgah membeli ole ole. Acara membeli ole-ole tidak berlangsung lama karena harus segera pulang berhubung jam 16.30 harus berangkat ke Biara Karmel St. Theresia-Kakaskasen untuk merayakan misa.

Perjalanan Lotta – Kakaskasen ditempuh kurang lebih satu jam dengan bus. Rm. Terry melalui pengeras suara bertindak sebagai tour guide dan melayani berbagai pertanyaan pemirsa. Sebelum ke Biara Karmel, bus masuk ke kompleks Seminari Menengah tempat pendidikan calon imam yang menerima siswa-siswa Seminari tamatan SMP. Letaknya hanya bersebrangan jalan dengan Biara. Sore ini kami merayakan misa bersama para Suster Kontemplatif. Karena ini Biara Kontemplatif, tempat duduk para suster dengan Panti Imam dan tempat duduk umat dipisahkan oleh terali besi. Perayaan ekaristi dipimpin Rm. Terry, didampingi Rm. John, Rm. Feighty, P. Bernad dan saya. Setelah perayaan ekaristi dilanjutkan resepsi bersama dengan para suster yang tempat duduknya juga tetap terpisah. Om Edy sempat menampilkan beberapa permainan sulap di depan para suster. Pukul 21.00 kami meninggalkan Kakaskasen menuju Lotta. Tiba di Lotta segera berbenah karena besok pagi jam 05.00 WITA sudah ada yang harus ke Bandara.

Kembali ke Jakarta

Rabu, 18 Januari kami kembali ke Jakarta. Banyak kisah telah dialami selama lebih dari seminggu di Bumi Minahasa. Sebagai kelompok yang terdiri dari bermacam-macam orang dengan berbagai latar belakang KBKK akan terus ‘menjadi’ murid yang siap melihat, mendengar, mengkuti dan tinggal bersama Yesus. Tuhan tidak memanggil orang-orang yang mampu, tetapi Dia memampukan orang-orang yang Dia panggil. Di pintu ke luar kedatangan terminal 1 B Bandara Soeta kami berpisah. Terimakasih untuk Tuhan yang setia menyertai dan semua saudara-saudari yang telah berbuat baik.

Hans Jeharut Pr, Pastor Diosis Keuskupan Pangkalpinang

Share.

About Author

Romo diosisan Keuskupan Pangkal Pinang, Bangka.

Leave A Reply