KBKK lahir 10 tahun lalu berbarengan dengan Perayaan Yubelium Agung 2000. Kelahirannya bermula dari pengalaman iman dua pribadi  yang  berada di dua kutub pekerjaan dan pengalaman yang berbeda, namun keduanya “terhubungkan” oleh gelombang Roh yang sama.

Di ujung yang satu, Romo Terry Ponomban Pr—Direktur Nasional Karya Kepausan Indonesia (KKI)—melihat penderitaan ratusan ribu pengungsi Timor Timur (pasca Referendum 1999 di Timtim) hidup telantar di Atambua. Itu adalah  “pintu suci” yang harus dilewati untuk mendapatkan berkat khusus dari Allah.

Di ujung yang lain, Irene Setiadi—seorang dokter spesialis kulit dan kecantikan, seorang katolik yang saleh serta serius—ingin merayakan Tahun Yubelium dengan berziarah ke Tanah Suci dan Basilika St. Petrus di Roma. Berangkat dengan satu tujuan, yakni agar dapat melewati empat “pintu suci” di Basilika tersebut demi tujuan yang sama: memperoleh berkat khusus dari Allah.

Dua pribadi ini dipertemukan oleh Roh Allah, ketika dokter  Irene minta Romo Terry untuk menjadi pendamping rohani kelompok ziarahnya, namun malah mendapat  jawaban yang membuat dia tersungkur limbung: “O, kalau mau melewati pintu suci tidak harus ke Roma! Di Atambua, di daerah pengungsian, di tengah para korban konflik, itulah pintu suci. Itulah pintu yang dapat dilewati untuk berjumpa dengan Kristus sendiri, sebab apa saja yang kamu lakukan bagi saudara-Ku yang paling hina, itu kamu lakukan bagi-Ku….” (bdk. Mat 25: 35-36;40)

Jawaban dari Rm. Terry ini—kendati pada awalnya membuat dr. Irene shocked dan limbung, namun —setelah digeluti dan direnungkan di dalam doa– ternyata menjadi titik balik bagi perjalanan iman dr. Irene: dari iman yang ritual-devosional ke iman yang inkarnatoris. Pengalaman tersebut juga membantu dr. Irene dan para anggota KBKK untuk terus belajar guna menemukan “pintu suci” dan Allah bukan terutama di tempat-tempat peziarahan ataupun dalam devosi-devosi kesalehan, melainkan di tengah-tengah umat-Nya yang menderita dan memerlukan uluran kasih. Itulah yang telah dilakukan oleh KBKK selama 10 tahun perjalanan  dan pelayanannya.

Komunitas iman

KBKK bukanlah sebuah kelompok sosial atau lembaga sosial masyarakat, melainkan sebuah komunitas iman. Kelompok ini lahir dari pengalaman iman Romo Terry dan dr. Irene Setiadi serta beberapa orang lainnya:  mereka  yang melihat penderitaan ratusan ribu pengungsi di Atambua itu sebagai “pintu suci” untuk menjawab panggilan Allah.

Sebagai sebuah komunitas iman, kehidupan kelompok ini dipupuk dan dikembangkan oleh tindakan-tindakan iman dengan berada- bersama- dengan saudara dan saudari yang menderita karena bencana alam, konflik horizontal, maupun kemiskinan akut, untuk berbagi kasih Allah. Kelompok ini menjalankan pelayanannya berbagi kehidupan untuk ambil bagian dalam tugas pengutusan Yesus yang menjelang akhir hidup-Nya bersabda: “Inilah tubuh-Ku untuk kamu, inilah darah-Ku untuk kamu dan untuk semua orang.”

Kelompok ini sadar bahwa iman tidak identik dengan devosi-devosi ritual dan kesalehan. Namun,  seluruh pola hidup untuk berbagi kasih Allah secara kongkret, karena mereka sendiri telah mengalami sentuhan kasih Allah itu. Ibadat mereka bukan hanya upacara-upacara liturgis, melainkan juga perbuatan baik mereka bagi sesama yang menderita.

Pekerjaan mereka tidak hanya dilakukan demi mengumpulkan rezeki, melainkan juga mereka maknai sebagai cara untuk berbagi kasih Allah terhadap sesama dan bentuk kerjasama dengan Allah untuk melanjutkan karya penyelamatan-Nya di dunia ini. Itulah sebabnya, mereka pernah merayakan Kamis Putih dengan mencuci luka-luka para penderita lepra, dan merayakan Natal di tengah-tengah padang belantara yang dihuni oleh para pengungsi. Lalu juga berencana merayakan Minggu Suci di tengah para korban bencana banjir bandang di Wasior, April mendatang.

Kelompok ini juga semakin menyadari bahwa iman mereka perlu terus-menerus dirawat dan disuburkan dengan melakukan doa pribadi setiap hari. Juga mendengarkan Sabda Allah lewat Kitab Suci, merayakan Ekaristi secara teratur, memelajari ajaran-ajaran Gereja lewat kursus-kursus, melakukan retret tahunan dan syering pengalaman iman antar para anggota, serta melakukan discernment pribadi maupun dalam kelompok ketika mereka akan melakukan pelayanan.

Sebagai sebuah kelompok iman, para anggota KBKK mau dan rela berbagi dan bertindak berdasarkan keyakinan tentang what matter most in their lives.

Komunitas persaudaraan

SAPAAN-sapaan persaudaraan yang  terungkap lewat email merupakan salah satu wujud persaudaraan dari para anggota KBKK. Namun persaudaraan mereka bukan hanya dilandasi oleh rasa suka sama suka dan sekedar untuk memperoleh kehangatan, dukungan atau bantuan dari antaranggota, melainkan sebuah persaudaraan yang berlandaskan pada tugas pengutusan yang lahir dari pembaptisan dan sakramen krisma yang telah mereka terima (bdk. LG. 33; AA, 3).

Persaudaraan mereka adalah sebuah persaudaraan misioner. Mereka bersaudara supaya dapat pergi untuk meringankan penderitaan sesama yang paling dilupakan; dan dalam melaksanakan misi tersebut, mereka semakin menjadi saudara. Dalam menjalankan misi agar kehadiran keselamatan Allah sungguh menjadi nyata, persaudaraan mereka semakin berkembang.

Romo Ignatius Madya Utama SJ, dosen teologi STF Driyarkara Jakarta, pastor Paroki Ekspatriat St Theresia, pembimbing rohani  KBKK.